1.
Perasaan nyeri adalah suatu karunia dari Tuhan yang patut kita
syukuri, karena perasaan nyeri dapat bermanfaat bagi manusia. Sebagai
contoh ialah nyeri yang bersifat “ fisiologis “ yaitu pada nyeri persalinan ;
akan bersifat “ protektif “ bila terjadi pada trauma dan akan bersifat “
diagnostik “ seperti yang terjadi pada appendicitis.
Sehingga perasaan nyeri masih diperlukan dalam ilmu kedokteran ,
tetapi dilain pihak perasaan nyeri juga dapat merugikan bagi pasien. Nyeri
dapat merupakan salah satu faktor pencetus dari suatu respon stress / neuroendokrin
respons ( epinefrin, nor-epinefrin, glukagon, cortisol, ADH,
Aldosteron ), dimana respon stress ini dapat mempengaruhi semua system
tubuh serta dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
Atas dasar inilah maka dapat dimengerti bahwa penanggulangan nyeri
merupakan prosedur yang penting dan bukan hanya sekedar untuk
kenyamanan, tetapi justru dapat menurunkan angka morbiditas dan
mortalias.
Sebagai contoh nyeri yang diakibatkan oleh pembedahan major (
misalnya : laparotomi, thorakotomi ) perasaan nyeri disini dapat berakibat
fatal bagi pasien, karena dapat menimbulkan komplikasi bilamana tidak
diatasi.
COX-1 Macrophages
Constitutive & Other cells
b. Plasma darah :
Dari plasma darah akan dilepaskan bradikinin sebagai akibat
perubahan permiabilitas pembuluh darah. Bradikinin merupakan
mediator inflamasi penting yang mengakibatkan aktifasi dan
sensitisasi nosiseptor perifer.
c. Ujung saraf :
Akibat terdapatnya protease dari sirkulasi dan vaskuler epithelium
yang rusak akan terjadi aktivasi reseptor protease pada saraf
sensoris sehingga terjadi pelepasan neuropeptida yaitu substansi –
P yang akan mengaktifasi reseptor-reseptor ditingkat yang lebih
tinggi.
Kepustakaan.
1. Harold Mersky : Pharmacology of Inflamatory Pain ; The Paths of
Pain 1975 – 2005, IASP Press Seattle, USA, 177.
2. Morgan, G.E. : Pain Management, Clinical Anesthesiology, 2 nd Ed,
1996
3. Dermot J.K; Mahmood A : Canadian Joural of Anesthesia 48, 2001 :
1000 – 1010, USA
4. Kid B.L , Urban L.A. :Mechanisms of Infamatory Pain, Br. J. Anaesth
2001 ; 87 : 3 – 11
5. Andew Rice S.C. : The Pharmacology of Inflamatory Pain, Refresher
Courses, Department of Anaesthetics Imperial College School of
Medicine St. Mary’s Hospital Campus, London, United Kingdom,
2000.
pendahuluan :
Perasaan nyeri adalah suatu karunia dari Tuhan yang patut kita
syukuri, karena perasaan nyeri dapat bermanfaat bagi manusia. Sebagai
contoh ialah nyeri yang bersifat “ fisiologis “ yaitu pada nyeri persalinan ;
akan bersifat “ protektif “ bila terjadi pada trauma dan akan bersifat “
diagnostik “ seperti yang terjadi pada appendicitis.
Sehingga perasaan nyeri masih diperlukan dalam ilmu kedokteran ,
tetapi dilain pihak perasaan nyeri juga dapat merugikan bagi pasien. Nyeri
dapat merupakan salah satu faktor pencetus dari suatu respon stress / neuroendokrin
respons ( epinefrin, nor-epinefrin, glukagon, cortisol, ADH,
Aldosteron ), dimana respon stress ini dapat mempengaruhi semua system
tubuh serta dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
Atas dasar inilah maka dapat dimengerti bahwa penanggulangan nyeri
merupakan prosedur yang penting dan bukan hanya sekedar untuk
kenyamanan, tetapi justru dapat menurunkan angka morbiditas dan
mortalias.
Sebagai contoh nyeri yang diakibatkan oleh pembedahan major (
misalnya : laparotomi, thorakotomi ) perasaan nyeri disini dapat berakibat
fatal bagi pasien, karena dapat menimbulkan komplikasi bilamana tidak
diatasi.
2.
Sebagai contoh lain nyeri yang diakibatkan oleh penyakit Osteoarthritis
(OA) yang diderita sebanyak 13 % pada pennduduk berusia diatas 55 tahun
dan Reumatoid Arthritis ( RA ) yang diderita sekitar 0,5 – 1 % dari seluruh
populasi, dimana kedua jenis penyakit ini dapat mengakibatkan penderita
tidak mampu beraktifitas sebagaimana mestinya.
Sehingga secara umum nyeri perlu dikelola dengan baik untuk
mendapatkan hasil optimal agar pasien merasa nyaman dan dapat
beraktifitas sehari-hari.
Kemudian dalam mengelola nyeri agar dapat berhasil dengan baik, tidaklah
semata-mata asal menggunakan obat golongan analgetik belaka akan tetapi
diperlukan pengetahuan tentang mekanisme terjadinya nyeri , perjalanan
nyeri , tepat obat, tepat indikasi dan waspada terhadap efek samping.
Dalam makalah ini akan mengulas salah satu mekanisme terjadinya
nyeri khususnya mengenai Mekanisme Nyeri Inflamasi.
Definisi.
Nyeri adalah ( menurut IASP / International Association of the Study
of Pain ) “ an unpleasant sensory and emotional experience associated with
actual or potential tissue damage or described in terms of such damage
“(suatu pengalaman perasaan dan emosi yang berhubungan dengan
kerusakan atau yang mempunyai potensi kerusakan jaringan atau
digambarkan seolah-olah ada kerusakan jaringan).
Dari definisi diatas dapat kita simpulkan sebagai berikut :
1. Nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan
2. Nyeri merupakan pengalaman yang melibatkan emosi
(OA) yang diderita sebanyak 13 % pada pennduduk berusia diatas 55 tahun
dan Reumatoid Arthritis ( RA ) yang diderita sekitar 0,5 – 1 % dari seluruh
populasi, dimana kedua jenis penyakit ini dapat mengakibatkan penderita
tidak mampu beraktifitas sebagaimana mestinya.
Sehingga secara umum nyeri perlu dikelola dengan baik untuk
mendapatkan hasil optimal agar pasien merasa nyaman dan dapat
beraktifitas sehari-hari.
Kemudian dalam mengelola nyeri agar dapat berhasil dengan baik, tidaklah
semata-mata asal menggunakan obat golongan analgetik belaka akan tetapi
diperlukan pengetahuan tentang mekanisme terjadinya nyeri , perjalanan
nyeri , tepat obat, tepat indikasi dan waspada terhadap efek samping.
Dalam makalah ini akan mengulas salah satu mekanisme terjadinya
nyeri khususnya mengenai Mekanisme Nyeri Inflamasi.
Definisi.
Nyeri adalah ( menurut IASP / International Association of the Study
of Pain ) “ an unpleasant sensory and emotional experience associated with
actual or potential tissue damage or described in terms of such damage
“(suatu pengalaman perasaan dan emosi yang berhubungan dengan
kerusakan atau yang mempunyai potensi kerusakan jaringan atau
digambarkan seolah-olah ada kerusakan jaringan).
Dari definisi diatas dapat kita simpulkan sebagai berikut :
1. Nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan
2. Nyeri merupakan pengalaman yang melibatkan emosi
3.
3. Nyeri terjadi sebagai akibat adanya kerusakan jaringan yang nyata
(nyeri akut)
4. Nyeri dapat timbul akibat adanya jaringan yang berpotensi rusak
5. Nyeri dapat timbul tanpa adanya jaringan yang rusak, tetapi
menggambarkan seolah-olah ada jaringan yang rusak ( nyeri kronik ).
Terminologi :
Inflamasi adalah suatu proses penyembuhan jaringan akibat trauma yang
barupa reaksi seluler dengan disertai produk-produknya dalam usaha
membentuk kembali jaringan yang normal
Nosisepsi ( Nociception ) adalah suatu rangkaian proses elektrofisiologis
yang terjadi sejak terjadinya stimuli sampai dengan timbulnya persepsi
rasa nyeri.
Nosiseptor adalah reseptor yang menerima stimuli pada awal proses
perjalanan nyeri.
Penggolongan nyeri berdasarkan mekanismenya :
Fenomena nyeri timbul oleh karena adanya kemampuan sistem saraf
untuk merubah bebagai bentuk stimuli ( mekanikal, thermal dan kimia )
menjadi potensial aksi yang dapat dijalarkan ke sistem saraf pusat ( SSP ).
Potensial aksi tersebut merupakan input awal yang untuk selanjutnya diolah
di kornu dorsalis medulla spinalis dan selanjutnya dijalarkan ke sistem saraf
yang lebih tinggi sehingga timbul persepsi nyeri.
(nyeri akut)
4. Nyeri dapat timbul akibat adanya jaringan yang berpotensi rusak
5. Nyeri dapat timbul tanpa adanya jaringan yang rusak, tetapi
menggambarkan seolah-olah ada jaringan yang rusak ( nyeri kronik ).
Terminologi :
Inflamasi adalah suatu proses penyembuhan jaringan akibat trauma yang
barupa reaksi seluler dengan disertai produk-produknya dalam usaha
membentuk kembali jaringan yang normal
Nosisepsi ( Nociception ) adalah suatu rangkaian proses elektrofisiologis
yang terjadi sejak terjadinya stimuli sampai dengan timbulnya persepsi
rasa nyeri.
Nosiseptor adalah reseptor yang menerima stimuli pada awal proses
perjalanan nyeri.
Penggolongan nyeri berdasarkan mekanismenya :
Fenomena nyeri timbul oleh karena adanya kemampuan sistem saraf
untuk merubah bebagai bentuk stimuli ( mekanikal, thermal dan kimia )
menjadi potensial aksi yang dapat dijalarkan ke sistem saraf pusat ( SSP ).
Potensial aksi tersebut merupakan input awal yang untuk selanjutnya diolah
di kornu dorsalis medulla spinalis dan selanjutnya dijalarkan ke sistem saraf
yang lebih tinggi sehingga timbul persepsi nyeri.
4.
Berdasarkan mekanismenya nyeri dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Nyeri fisiologis
2. Nyeri neuropatik
3. Nyeri inflamasi (nosiseptif )
Nyeri Fisiologis adalah suatu nyeri yang diakibatkan oleh stimuli yang
timbulnya mendadak dan berlangsung singkat serta tidak menimbulkan
kerusakan jaringan. Sehingga proses tidak berkepanjangan, begitu stimuli
hilang proses yang terjadi di nosiseptor juga hilang, demikian juga proses
pada kornu posterior. Umumnya nyeri fisiologis ini bermanfaat untuk
mempertahankan kelangsungan hidup mahluk oleh karena dapat menimb
ulkan reflek pertahanan tubuh.
Nyeri Neuropatik adalah suatu nyeri yang diakibatkan adanya kerusakan
atau lesi pada sistem saraf .
Nyeri Inflamasi (nosisetif) adalah suatu nyeri yang diakibatkan adanya
kerusakan jaringan atau proses inflamasi.
MEKANISME NYERI INFLAMASI.
Inflamasi adalah merupakan interaksi yang sangat komplek antara
faktor jaringan dalam upaya memberikan respon terhadap trauma maupun
infeksi dan proses ini menyebabkan kerusakan jaringan yang selanjutnya
diikuti penyembuhan. Proses inflamasi ini akan mengakibatkan respon
seluler dari immune sel ( makrofag dan neutrofil ) dan sel-sel lainnya ( sel
schwan dan mast sel ) yang akan memproduksi mediator-mediator yang
dapat mengaktivasi serta menyebabkan sensitisasi dari pada nosiseptor.
1. Nyeri fisiologis
2. Nyeri neuropatik
3. Nyeri inflamasi (nosiseptif )
Nyeri Fisiologis adalah suatu nyeri yang diakibatkan oleh stimuli yang
timbulnya mendadak dan berlangsung singkat serta tidak menimbulkan
kerusakan jaringan. Sehingga proses tidak berkepanjangan, begitu stimuli
hilang proses yang terjadi di nosiseptor juga hilang, demikian juga proses
pada kornu posterior. Umumnya nyeri fisiologis ini bermanfaat untuk
mempertahankan kelangsungan hidup mahluk oleh karena dapat menimb
ulkan reflek pertahanan tubuh.
Nyeri Neuropatik adalah suatu nyeri yang diakibatkan adanya kerusakan
atau lesi pada sistem saraf .
Nyeri Inflamasi (nosisetif) adalah suatu nyeri yang diakibatkan adanya
kerusakan jaringan atau proses inflamasi.
MEKANISME NYERI INFLAMASI.
Inflamasi adalah merupakan interaksi yang sangat komplek antara
faktor jaringan dalam upaya memberikan respon terhadap trauma maupun
infeksi dan proses ini menyebabkan kerusakan jaringan yang selanjutnya
diikuti penyembuhan. Proses inflamasi ini akan mengakibatkan respon
seluler dari immune sel ( makrofag dan neutrofil ) dan sel-sel lainnya ( sel
schwan dan mast sel ) yang akan memproduksi mediator-mediator yang
dapat mengaktivasi serta menyebabkan sensitisasi dari pada nosiseptor.
5.
Menyusul terjadinya kerusakan pada jaringan , maka tubuh akan
memberikan respon sebagai upaya untuk proteksi diri , yaitu berupa :
1. Respon Lokal .
Dengan terdapatnya sel jaringan yang rusak, maka akan terjadi
pelepasan mediator nyeri inflamasi perifer yang berasal dari 3 tempat
yaitu :
a. Sel rusak dan sel-sel immune.
1. Prostaglandin.
Pada nyeri inflamasi yang memegang peranan sangat penting
adalah terdapatnya mediator inflamasi turunan dari asam
arachidonat. Pada jaringan yang rusak membrana pospolipid sel
dengan katalisator enzyme pospolipase akan membentuk asam
arachidonat. Dan selanjutnya asam arachidonat ini dengan bantuan
enzyme cyclooksigenase akan membentuk substansi nyeri berupa
prostaglandin ( PGE-2, PGD-2, PGF-2, PGI-2 ) ( yang akan
mempengaruhi reseptor prostaglandin yang terdapat pada saraf
sensoris perifer dan medulla spinalis ) dan thromboxane.
Dan ternyata Prostaglandin E-2 yang mempunyai peranan utama
pada mekanisme nyeri inflamasi yang mendukung terjadinya
aktivasi nosiseptor secara langsung berupa sensitisasi pada neuron
primer aferen. Dengan demikian menghambat enzyme
cyclooksigenase ( COX-1 dan COX-2 ) dan menghambat reseptor
prostanoid adalah penting untuk mengurangi nyeri inflamasi.
memberikan respon sebagai upaya untuk proteksi diri , yaitu berupa :
1. Respon Lokal .
Dengan terdapatnya sel jaringan yang rusak, maka akan terjadi
pelepasan mediator nyeri inflamasi perifer yang berasal dari 3 tempat
yaitu :
a. Sel rusak dan sel-sel immune.
1. Prostaglandin.
Pada nyeri inflamasi yang memegang peranan sangat penting
adalah terdapatnya mediator inflamasi turunan dari asam
arachidonat. Pada jaringan yang rusak membrana pospolipid sel
dengan katalisator enzyme pospolipase akan membentuk asam
arachidonat. Dan selanjutnya asam arachidonat ini dengan bantuan
enzyme cyclooksigenase akan membentuk substansi nyeri berupa
prostaglandin ( PGE-2, PGD-2, PGF-2, PGI-2 ) ( yang akan
mempengaruhi reseptor prostaglandin yang terdapat pada saraf
sensoris perifer dan medulla spinalis ) dan thromboxane.
Dan ternyata Prostaglandin E-2 yang mempunyai peranan utama
pada mekanisme nyeri inflamasi yang mendukung terjadinya
aktivasi nosiseptor secara langsung berupa sensitisasi pada neuron
primer aferen. Dengan demikian menghambat enzyme
cyclooksigenase ( COX-1 dan COX-2 ) dan menghambat reseptor
prostanoid adalah penting untuk mengurangi nyeri inflamasi.
6.
2.Sitokin.
Sitokin sebagai mediator yang memainkan peranan penting selain
prostaglandin dalam proses inflamasi dan berpengaruh pada
neuron sensoris. Disamping itu sitokin secara langsung dapat
merangsang terbentuknya prostaglandin dan nampaknya juga
menginduksi terjadinya sensitisassi perifer.
3. Neurotrophins.
Mediator inflamasi golongan ini mempunyai peran meningkatkan
sintesis neuropeptide ( subtan P ) dan meningkatkan eksitabilitas
neuron saraf sensoris.
4. Serotonin .
Serotonin merupakan mediator yang terbentuk pada respon awal
inflamasi, dihasilkan oleh mast cell dan platelet selama injury dan
inflamasi. Serotonin mempunyai efek aktivasi langsung reseptor
pada neuron saraf sensoris .
5. Adenosin.
Adenosisn diduga berperan dalam nyeri yang bekerja melalui
reseptor purinergik, yang dapat mempermudah terjadinya
transmisi sinaptik .
6. Cannabinoids.
Merupakan substansi neuroaktif ( physiological antagonism ) yang
diproduksi oleh jaringan yang mengalami inflamasi atau jaringan
sekitarnya. Substansi ini bekerja pada reseptor cannabinoid baik
Sitokin sebagai mediator yang memainkan peranan penting selain
prostaglandin dalam proses inflamasi dan berpengaruh pada
neuron sensoris. Disamping itu sitokin secara langsung dapat
merangsang terbentuknya prostaglandin dan nampaknya juga
menginduksi terjadinya sensitisassi perifer.
3. Neurotrophins.
Mediator inflamasi golongan ini mempunyai peran meningkatkan
sintesis neuropeptide ( subtan P ) dan meningkatkan eksitabilitas
neuron saraf sensoris.
4. Serotonin .
Serotonin merupakan mediator yang terbentuk pada respon awal
inflamasi, dihasilkan oleh mast cell dan platelet selama injury dan
inflamasi. Serotonin mempunyai efek aktivasi langsung reseptor
pada neuron saraf sensoris .
5. Adenosin.
Adenosisn diduga berperan dalam nyeri yang bekerja melalui
reseptor purinergik, yang dapat mempermudah terjadinya
transmisi sinaptik .
6. Cannabinoids.
Merupakan substansi neuroaktif ( physiological antagonism ) yang
diproduksi oleh jaringan yang mengalami inflamasi atau jaringan
sekitarnya. Substansi ini bekerja pada reseptor cannabinoid baik
7.
yang terdapat pada system saraf perifer maupun sentral sehingga
menyebabkan degranulasi mast cells tidak terjadi dan eksitabilitas
nosiseptor terhambat .
7. Histamin.
Mediator inflamasi yang dilepaskan oleh mast cells akibat
terjadinya degranulasi dari mast cells, yang selanjutnya akan
mensensitisasi aferen nosiseptor dan merupakan mediator yang
bersifat vasoaktif sehingga menimbulkan respon inflamsi berupa
edema.
8. Leucotrines.
Produk-produk turunan dari asam arachidonat selain prostaglandin
adalah leucotrines yang menyebabkan sensitisasi reseptor perifer
dan meningkatkan responsibilitas terhadap stimuli-stimuli lainnya.
9. Kinin .
Mediator golongan kinin ini dilepaskan pada jaringan yang cedera
dan mempunyai kontribusi terhadap terjadinya inflamasi. Efeknya
sangat komplek pada neuron aferen primer termasuk aktivasi dan
sensitisasi langsung pada reseptor.
menyebabkan degranulasi mast cells tidak terjadi dan eksitabilitas
nosiseptor terhambat .
7. Histamin.
Mediator inflamasi yang dilepaskan oleh mast cells akibat
terjadinya degranulasi dari mast cells, yang selanjutnya akan
mensensitisasi aferen nosiseptor dan merupakan mediator yang
bersifat vasoaktif sehingga menimbulkan respon inflamsi berupa
edema.
8. Leucotrines.
Produk-produk turunan dari asam arachidonat selain prostaglandin
adalah leucotrines yang menyebabkan sensitisasi reseptor perifer
dan meningkatkan responsibilitas terhadap stimuli-stimuli lainnya.
9. Kinin .
Mediator golongan kinin ini dilepaskan pada jaringan yang cedera
dan mempunyai kontribusi terhadap terjadinya inflamasi. Efeknya
sangat komplek pada neuron aferen primer termasuk aktivasi dan
sensitisasi langsung pada reseptor.
8.
Physiological Noxious
Stimulus Stimulus
Stimulus Stimulus
COX-1 Macrophages
Constitutive & Other cells
COX-२
Induced.
TXA-२ PGI-2 PGE-2 Preteases Other
Platelets Endothelium Kidney PGs
Inflamatory
Mediator
Physiological Inflamation
Function
Platelets Endothelium Kidney PGs
Inflamatory
Mediator
Physiological Inflamation
Function
b. Plasma darah :
Dari plasma darah akan dilepaskan bradikinin sebagai akibat
perubahan permiabilitas pembuluh darah. Bradikinin merupakan
mediator inflamasi penting yang mengakibatkan aktifasi dan
sensitisasi nosiseptor perifer.
c. Ujung saraf :
Akibat terdapatnya protease dari sirkulasi dan vaskuler epithelium
yang rusak akan terjadi aktivasi reseptor protease pada saraf
sensoris sehingga terjadi pelepasan neuropeptida yaitu substansi –
P yang akan mengaktifasi reseptor-reseptor ditingkat yang lebih
tinggi.
9.
Subtan Group Yang Mensensitisasi Reseptor
Cell Injury Immune Cells
Kinin Cytokines Cannabinoids
Prostaglandins Neurotrophins Adenosin
Leucotrines Histamine Serotonin
Nociceptor
Neuropeptides
Sebagai akibat pelepasan substansi nyeri ini, maka akan terjadi
perubahan-perubahan lokal yang berupa tanda-tanda inflamasi (
rubor/kemerahan, hangat/kalor, pembengkakan/tumor, nyeri/dolor dan
gangguan fungsi/function laesa ).
Didalam klinik proses inflamasi ini akan memberikan gejala :
- Hiperalgesia : stimuli yang semestinya hanya memberikan rasa
nyeri biasa, tetapi dirasakan sangat nyeri.
- Allodinia : stimuli yang seharusnya tidak memberikan rasa nyeri (
pada rabaan ) akan dirasakan nyeri.
Timbulnya hiperalgesia merupakan konsekuensi terjadinya
hipersensitivitas perifer karena terlepasnya substansi nyeri
Subtan Group Yang Mensensitisasi Reseptor
Cell Injury Immune Cells
Kinin Cytokines Cannabinoids
Prostaglandins Neurotrophins Adenosin
Leucotrines Histamine Serotonin
Nociceptor
Neuropeptides
Sebagai akibat pelepasan substansi nyeri ini, maka akan terjadi
perubahan-perubahan lokal yang berupa tanda-tanda inflamasi (
rubor/kemerahan, hangat/kalor, pembengkakan/tumor, nyeri/dolor dan
gangguan fungsi/function laesa ).
Didalam klinik proses inflamasi ini akan memberikan gejala :
- Hiperalgesia : stimuli yang semestinya hanya memberikan rasa
nyeri biasa, tetapi dirasakan sangat nyeri.
- Allodinia : stimuli yang seharusnya tidak memberikan rasa nyeri (
pada rabaan ) akan dirasakan nyeri.
Timbulnya hiperalgesia merupakan konsekuensi terjadinya
hipersensitivitas perifer karena terlepasnya substansi nyeri
10.
jaringan yang rusak, sedangkan allodinia sebagai akibat terjadinya
hipersensitivitas sentral setelah munculnya rangsang nyeri. Hal ini
menunjukkan bahwa susunan syaraf ( sentral dan perifer ) dapat
berubah sifatnya setelah mendapat asupan rangsang nyeri yang
kontinyu dan kemampuan ini disebut sebagai Plastisitas Susunan
Syaraf ( Plasticity of The Nervous System ). Akibat sifat inilah
didalam klinik gejala hiperalgesia dan allodinia menjadi sangat
penting, karena bila hal ini terjadi maka dibutuhkan dosis obat
analgesik yang lebih tinggi.
2. Respon Segmental.
Respon ini terjadi pada tingkat medulla spinalis, dimana
rangsang nyeri perifer yang dihantarkan oleh serabut saraf A-delta dan
C, akan mengaktifkan kornu posterior dan juga kornu anterior serta
lateralis medulla spinalis.
Aktifasi tingkat medulla spinalis ini dapat menyebabkan
spasme otot, spasme pembuluh darah dan menekan aktifitas saluran
cerna. Spasme otot yang terjadi akan menjadi sumber stimuli baru,
sehingga rasa nyeri dirasakan lebih hebat, demikian pula dengan
adanya spasme pembuluh darah akan menyebabkan iskemia dan
hipoksia jaringan yang mengakibatkan asidosis jaringan serta akan
menurunkan nilai ambang nyeri, sehingga rasa nyeri yang timbul
menjadi semakin hebat. Selain itu asupan rangsang nyeri dari kulit
dapat mengaktifasi medulla spinal sehingga timbul reflek kutaneovisceral
yang akan menyebabkan menurunnya peristaltik usus
segala resikonya.
hipersensitivitas sentral setelah munculnya rangsang nyeri. Hal ini
menunjukkan bahwa susunan syaraf ( sentral dan perifer ) dapat
berubah sifatnya setelah mendapat asupan rangsang nyeri yang
kontinyu dan kemampuan ini disebut sebagai Plastisitas Susunan
Syaraf ( Plasticity of The Nervous System ). Akibat sifat inilah
didalam klinik gejala hiperalgesia dan allodinia menjadi sangat
penting, karena bila hal ini terjadi maka dibutuhkan dosis obat
analgesik yang lebih tinggi.
2. Respon Segmental.
Respon ini terjadi pada tingkat medulla spinalis, dimana
rangsang nyeri perifer yang dihantarkan oleh serabut saraf A-delta dan
C, akan mengaktifkan kornu posterior dan juga kornu anterior serta
lateralis medulla spinalis.
Aktifasi tingkat medulla spinalis ini dapat menyebabkan
spasme otot, spasme pembuluh darah dan menekan aktifitas saluran
cerna. Spasme otot yang terjadi akan menjadi sumber stimuli baru,
sehingga rasa nyeri dirasakan lebih hebat, demikian pula dengan
adanya spasme pembuluh darah akan menyebabkan iskemia dan
hipoksia jaringan yang mengakibatkan asidosis jaringan serta akan
menurunkan nilai ambang nyeri, sehingga rasa nyeri yang timbul
menjadi semakin hebat. Selain itu asupan rangsang nyeri dari kulit
dapat mengaktifasi medulla spinal sehingga timbul reflek kutaneovisceral
yang akan menyebabkan menurunnya peristaltik usus
segala resikonya.
11.
3. Respon Suprasegmental
Respon suprasegmental ini terjadi sebagai akibat stimulasi
pusat saraf otonom di Hypothalamus, yang manifestasinya adalah
meningkatnya aktifitas saraf simpatis. Dan didalam klinis
manifestasinya berupa vasokontriksi, meningkatnya denyut nadi,
curah jantung , meningkatnya tekanan darah dan terjadi pelepasan
hormon steroid dari glandula suprarenalis.
4. Respon Kortikal
Respon ini juga terjadi pada tingkat susunan saraf pusat
tepatnya pada Kortex Cerebri yang berupa respon psikodinamik. Yang
dapat menghasilkan rasa cemas, takut dan gelisah yang selanjutnya
dapat mengundang umpan balik berupa menurunnya nilai ambang
nyeri, sehingga nyeri akan dirasakan lebih hebat.
Respon kortikal ini sangat dipengauhi oleh latar belakang
pendidikan, motivasi dan budaya seseorang.
Kesimpulan.
Mekanisme komplek yang mendasari nyeri inflamasi adalah
terangsangnya reseptor dan keberadaannya mediator inflamasi yang
terbentuk didaerah cedera atau daerah ynag mengalami inflamasi. Mediatormediator
akan selalu terbentuk selama proses inflamasi masih terjadi dan
apabila proses ini tidak dihentikan maka mediator tersebut akan tetap
mensensitisasi reseptor dan nyeri akan dirasakan terus menerus (sensitisasi).
Respon suprasegmental ini terjadi sebagai akibat stimulasi
pusat saraf otonom di Hypothalamus, yang manifestasinya adalah
meningkatnya aktifitas saraf simpatis. Dan didalam klinis
manifestasinya berupa vasokontriksi, meningkatnya denyut nadi,
curah jantung , meningkatnya tekanan darah dan terjadi pelepasan
hormon steroid dari glandula suprarenalis.
4. Respon Kortikal
Respon ini juga terjadi pada tingkat susunan saraf pusat
tepatnya pada Kortex Cerebri yang berupa respon psikodinamik. Yang
dapat menghasilkan rasa cemas, takut dan gelisah yang selanjutnya
dapat mengundang umpan balik berupa menurunnya nilai ambang
nyeri, sehingga nyeri akan dirasakan lebih hebat.
Respon kortikal ini sangat dipengauhi oleh latar belakang
pendidikan, motivasi dan budaya seseorang.
Kesimpulan.
Mekanisme komplek yang mendasari nyeri inflamasi adalah
terangsangnya reseptor dan keberadaannya mediator inflamasi yang
terbentuk didaerah cedera atau daerah ynag mengalami inflamasi. Mediatormediator
akan selalu terbentuk selama proses inflamasi masih terjadi dan
apabila proses ini tidak dihentikan maka mediator tersebut akan tetap
mensensitisasi reseptor dan nyeri akan dirasakan terus menerus (sensitisasi).
12.
1. Harold Mersky : Pharmacology of Inflamatory Pain ; The Paths of
Pain 1975 – 2005, IASP Press Seattle, USA, 177.
2. Morgan, G.E. : Pain Management, Clinical Anesthesiology, 2 nd Ed,
1996
3. Dermot J.K; Mahmood A : Canadian Joural of Anesthesia 48, 2001 :
1000 – 1010, USA
4. Kid B.L , Urban L.A. :Mechanisms of Infamatory Pain, Br. J. Anaesth
2001 ; 87 : 3 – 11
5. Andew Rice S.C. : The Pharmacology of Inflamatory Pain, Refresher
Courses, Department of Anaesthetics Imperial College School of
Medicine St. Mary’s Hospital Campus, London, United Kingdom,
2000.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar